Jumat, 24 Mei 2013

KISAH INAK KETUJUR, BUNGA DAN SEORANG KAKEK


KISAH INAK KETUJUR, BUNGA DAN SEORANG KAKEK
Maman Empun
Di sebuah desa di bawah Gunung Rinjani hiduplah seorang ibu yang bernama Inak Ketujur. Inak Ketujur adalah orang yang telaten dan suka bekerja keras. Berbeda dengan penduduk desa lainnya yang suka bertani di sawah, ia lebih suka bekerja di rumah dengan menanam bunga dan tanaman obat-obatan. Di pekarangan rumahnya, ia menanam berbagai macam bunga yang berwarna warni. Ada bunga mawar yang berwarna merah, ada bunga terompet yang panjang berwarna putih, ada  juga bunga pukul sembilan berwarna merah muda yang menyebar di bawah pagar rumahnya dan banyak pula bunga-bunga yang lainnya.
Siapapun yang memasuki pekarangan Inak Ketujur pasti akan merasa senang dengan kesejukan dan semerbak aroma bunga-bunga yang ditanamnya. Daun-daun hijau yang rimbun dari pohon buahan-buahan menambah asri rumah Inak Ketujur.
Namun sayang, kesejukan dan keasrian rumahnya tidak sesuai dengan sifat Inak Ketujur yang sombong dan pelit. Wajahnya sangar dan tak pernah menampakkan keramahan. Ia selalu berkata kasar dan keras. Oleh karena itulah tak ada seorangpun para tetangganya yang mau mengunjunginya. Di rumahnya ia hanya ditemani oleh bunga-bunganya.
Pada suatu hari ketika ia sedang sibuk menyiram bunga-bunganya, tiba-tiba datanglah seorang kakek. Tubuh kakek yang renta itu ditopang oleh tongkatnya. Kakek itu menghampiri Inak Ketujur, ia berjalan tertatih-tatih, keringatnya bercucuran, ia tampak sangat lelah.
“Apakah ini rumah Inak Ketujur ?” kata kakek itu.
“Ya. Ada apa ?, sayalah Inak Ketujur” Inak Ketujur menjawab sekenanya tanpa memandang kakek tersebut.
“Dengan penuh rasa senang, setelah jauh berjalan, akhirnya…saya menemukan rumahmu, Inak Ketujur” kakek itu tersenyum lega.
“Tidak usah banyak bicara, kakek ompong. Langsung saja, apa keperluanmu dating kesini” Inak ketujur mulai tampak kesal.
“Saya sedang mencari daun jarak merah sebagai obat cucu saya yang  sedang sakit, orang-orang bilang disinilah saya bisa mendapatkannya. Apa boleh saya meminta hanya dua lembar saja”.
Apa katamu?. Disini tidak ada daun yang kakek cari” ia menjawab sinis.
“Tolonglah saya Inak Ketujur,  saya sudah berkeliling kesana-kemari tapi saya belum menemukannya. Saya yakin hanya disinilah daun itu bisa saya dapatkan” kakek itu sangat mengharap.
“Nggak ada. Kakek jangan memaksa ya. Kalaupun ada saya pasti tidak akan kasi”.
“Tolonglah Inak Ketujur, saya hanya butuh dua lembar saja”.
“Sekali tidak tetap tidak. Walaupun hanya sepotong”.
“Kalau begitu bagaimana kalau saya beli saja” kakek itu menawar.
“Berapa sih uang kakek, jangan sok kaya kakek dungu. Saya mau jual daun itu selembar seharga satu juta, bagaimana?”.
“Ah itu terlalu mengada-ada, jangan bercanda lah, kakek tua itu tersenyum mengharap.
“Lho.. lho .., saya sedang sangat serius ini” matanya melotot.
“Kalau begitu saya menyerah. Saya memang datang pada orang yang salah. Saya mencari ke tempat lain saja semoga Allah menolong saya”.
“Silahkan saja. Kakek pasti tidak akan mendapatkan yang kakek cari”.
Kakek itu pergi dengan rasa kecewa.
Suatu malam setelah kejadian itu, Inak Ketujur bermimpi melihat bunga-bunga di pekarangannya dipenuhi dengan ulat bulu. Ulat-ulat itu menempel di daun-daun, di ranting dan pohon. Melihat ulat yang begitu banyak, Inak Ketujur hanya bisa terdiam memandangi daun-daun yang sedikit demi sedikit di makan  ulat. Ia sangat sedih. Tanpa terasa airmatanya jatuh ke tanah. Ulat-ulat yang menempel di daun turun ke tanah seakan mengerti kesedihan Inak Ketujur. Ulat-ulat itu kemudian meminum air mata Inak Ketujur. Semakin banyak yang diminum, ulat-ulat itu semakin besar, semakin besar dan semakin besar. Inak Ketujur terkaget ketika melihat ulat-ulat itu membesar bagaikan raksasa yang sangat mengerikan. Bulunya yang menjulur ke tanah menambah seram tubuhnya.
Tiba-tiba salah satu ulat itu bisa bicara.
“Teruslah menangis Inak Ketujur, jika engkau terus menangis kami akan bertambah besar. Kami para ulat datang untuk menghancurkan bunga-bunga yang indah ini”.
“Tolong, jangan hancurkan bunga-bunga saya”.
“Tidak, kami akan menghancurkan bunga-bunga ini, bahkan kami akan makan Inak Ketujur sekalian” ulat yang lain menambahi.
“Tolong jangan makan saya, saya akan memberikan apa saja yang kalian minta” Inak Ketujur memohon.
“Berapapun uang yang kamu punya pasti tidak akan bisa membujuk kami untuk tidak memakanmu Inak Ketujur !”.
“Saya mohon ulat... jangan makan saya...”
Mulut ulat itu menganga... tepat di muka Inak Ketujur. Inak Ketujur menangis sejadi-jadinya.
“Tolong...!!!” Inak Ketujur berteriak kencang sambil meronta.
Inak Ketujur terbangun dari tidurnya. Ia sadar mimpi buruk itu adalah teguran dari Allah untuknya. Ia terlalu pelit dan kikir. Ia sadar akan kesalahannya. Lalu ia teringat pada kakek yang tidak diberinya daun jarak merah beberapa hari yang lalu. Ia kemudian berdo’a “Ya allah maafkanlah segala kesalahan hambaMu. Hamba tidak akan mengulangi lagi apa yang pernah hamba lakukan. Hamba senantiasa akan menjadi orang yang baik, pemurah dan tidak sombong”.

Pesan : Orang baik selalu ditemani dengan kebaikannya sebaliknya orang yang sombong dan kikir akan selalu diburui oleh kekikirannya bahkan hartanya bisa membuatnya sengsara.


INAK KETUJUR STORY, AN INTEREST AND GRANDPA
Mohammad Irham
In a village under Mount Rinjani there lived a mother who named Inak Ketujur. Inak Ketujur is painstaking and people who like to work hard. Unlike the other villagers who likes farming in rice fields, he prefers to work at home by planting flowers and medicinal plants. In the garden of his home, he planted a variety of colorful flowers. There are red roses, there is a long trumpet flowers are white, there are also nine o'clock flowers pink spread under the fence and many other flowers.
Anyone who enters the yard Inak Ketujur will surely be pleased with the cool and fragrant scent of the flowers she planted. Green leaves from the lush fruit-bearing trees add a beautiful house Inak Ketujur.
But unfortunately, his coolness and beauty is not in accordance with the nature of the Ketujur Inak arrogant and stingy. His face was grim and never show hospitality. He always said rude and loud. Hence no one of the neighbors who want to visit it. In his home he was only accompanied by flowers.
On a day when he was busy watering his flowers, suddenly there came a grandfather. Body frail grandfather who was supported by his cane. Grandpa was approached Inak Ketujur, he limped, sweat profusely, he looked very tired.
"Is this the house Inak Ketujur?" Said the old man.
"Yes. What is it?, I'm the Inak Ketujur "Inak Ketujur regardless grandfather replied casually mentioned.
"With great pleasure, after much walking, finally ... I found the house, Inak Ketujur" the old man smiled with relief.
"Do not talk much, toothless grandfather. Right away, what your need dating here "Inak ketujur starting to look annoyed.
"I'm looking for red distance as the drug leaves my grandchildren who are sick, people say this is where I can get it. May I ask just two sheets ".
"What did you say?. Here, no one leaves the grandfather looking "he replied sarcastically.
"Help me Inak Ketujur, I've traveled here and there but I have not found it. I'm sure it's just where the leaves can I get the "grandfather was very hope.
"Nothing. Grandparents do not force ya. Even if there was I certainly would not give ".
"Please Inak Ketujur, I only need two sheets".
"One does not remain. Although only a piece ".
"Then why do not I just buy a" grandfather's bid.
"How much is the grandfather of money, do not ostentatious rich grandfather dumb. I want to sell a piece of leaf was worth a million, how? ".
"Ah it's far-fetched, do not joke lah", the old man smiled hopefully.
"Well .. you know .., I'm very serious this "bulging eyes.
"Then I gave up. I did come out on the wrong person. I'm looking for another place to be may God help me ".
"Go ahead. Grandpa certainly will not get that grandfather looking ".
Grandpa was away with a sense of disappointment.
One night after the incident, Inak Ketujur dream to see the flowers in her yard filled with caterpillars. Caterpillars was stuck in the leaves, twigs and trees in. Seeing so many caterpillars, Inak Ketujur can only be silent staring leaves little by little in eating caterpillars. He was very sad. Unnoticed tears fell to the ground. Caterpillars attached leaves fall to the ground as if he understands the sadness Inak Ketujur. The caterpillars then drink the tears Inak Ketujur. The more you drink, the caterpillars was getting bigger, getting bigger and bigger. Inak Ketujur terkaget when the caterpillars that look like a giant swell that was terrible. Feathers that protrude into the land of her spooky adds.
Suddenly one of the caterpillars can talk.
"Keep crying Inak Ketujur, if you keep crying we will grow. We came to destroy the caterpillar flowers are beautiful ".
"Please, do not destroy my flowers."
"No, we will destroy the flowers, we'll even eat Inak Ketujur all" add to the other caterpillars.
"Please do not eat me, I will give you whatever you ask" Inak Ketujur pleaded.
"Any money that you have definitely not be able to persuade us not to eat you Inak Ketujur".
"I beg caterpillar ... do not eat me ... "
Caterpillar that mouths gaping ... right in front Inak Ketujur. Inak Ketujur crying uncontrollably.
"Please ...!" Inak Ketujur scream loud as he struggled.
Inak Ketujur awakened from sleep. He realized it was a bad dream from God rebuke him. He was too stingy and miserly. He was aware of his mistake. Then he remembered in the grandfather who was not given the distance leaves red a few days ago. He then prayed "Ya Allah please forgive any errors servant. Servants will not repeat again what ever I done. Servant will always be a good person, kind and not arrogant ".

Message: Good people are always accompanied with kindness instead of the proud and miserly will always treasure diburui by kekikirannya even can make it miserable.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar