KISAH INAK KETUJUR,
BUNGA DAN
SEORANG KAKEK
Maman
Empun
Di
sebuah desa di bawah Gunung Rinjani hiduplah seorang ibu yang bernama Inak
Ketujur. Inak Ketujur adalah orang yang telaten dan suka
bekerja keras. Berbeda dengan penduduk desa lainnya yang suka bertani di sawah,
ia lebih suka bekerja di rumah dengan menanam
bunga dan tanaman obat-obatan. Di pekarangan rumahnya, ia menanam berbagai
macam bunga yang berwarna warni. Ada bunga mawar yang berwarna merah, ada bunga
terompet yang panjang berwarna putih, ada
juga bunga pukul sembilan berwarna merah muda yang menyebar di bawah
pagar rumahnya dan banyak pula bunga-bunga yang lainnya.
Siapapun yang
memasuki pekarangan Inak Ketujur pasti akan merasa
senang dengan kesejukan dan semerbak aroma bunga-bunga yang ditanamnya. Daun-daun hijau yang
rimbun dari
pohon buahan-buahan menambah asri rumah Inak Ketujur.
Namun
sayang,
kesejukan dan keasrian rumahnya tidak sesuai dengan sifat Inak Ketujur yang
sombong dan pelit. Wajahnya sangar dan tak
pernah menampakkan keramahan. Ia selalu berkata kasar dan keras. Oleh karena
itulah tak ada seorangpun para tetangganya yang mau mengunjunginya. Di rumahnya
ia hanya ditemani oleh bunga-bunganya.
Pada
suatu hari ketika ia sedang sibuk menyiram bunga-bunganya, tiba-tiba datanglah seorang
kakek. Tubuh kakek yang renta itu ditopang oleh tongkatnya. Kakek itu menghampiri
Inak Ketujur, ia berjalan tertatih-tatih, keringatnya bercucuran, ia tampak
sangat lelah.
“Apakah
ini rumah Inak Ketujur ?” kata kakek itu.
“Ya.
Ada apa ?, sayalah Inak Ketujur” Inak Ketujur menjawab sekenanya tanpa
memandang kakek tersebut.
“Dengan
penuh rasa senang, setelah jauh berjalan, akhirnya…saya menemukan rumahmu, Inak
Ketujur” kakek itu tersenyum lega.
“Tidak
usah banyak bicara, kakek ompong. Langsung saja, apa keperluanmu dating kesini”
Inak ketujur mulai tampak kesal.
“Saya
sedang mencari daun jarak merah sebagai obat cucu saya yang sedang sakit,
orang-orang bilang disinilah saya bisa mendapatkannya. Apa boleh saya meminta
hanya dua lembar saja”.
“Apa katamu?.
Disini tidak ada daun yang kakek cari” ia menjawab sinis.
“Tolonglah saya Inak Ketujur, saya sudah berkeliling kesana-kemari tapi
saya belum menemukannya. Saya yakin hanya disinilah
daun itu bisa saya dapatkan” kakek itu sangat mengharap.
“Nggak
ada. Kakek jangan memaksa ya.
Kalaupun ada saya pasti tidak akan kasi”.
“Tolonglah
Inak Ketujur, saya hanya butuh dua lembar
saja”.
“Sekali
tidak tetap tidak. Walaupun hanya sepotong”.
“Kalau
begitu bagaimana kalau saya
beli saja” kakek itu menawar.
“Berapa
sih uang kakek, jangan sok kaya kakek dungu.
Saya mau jual daun itu selembar seharga satu juta, bagaimana?”.
“Ah
itu terlalu mengada-ada, jangan bercanda lah”, kakek tua itu tersenyum mengharap.
“Lho.. lho .., saya sedang sangat
serius ini”
matanya melotot.
“Kalau
begitu saya menyerah. Saya memang datang
pada orang yang salah. Saya mencari ke tempat lain saja semoga Allah menolong
saya”.
“Silahkan
saja. Kakek pasti tidak akan mendapatkan yang kakek cari”.
Kakek
itu pergi dengan rasa kecewa.
Suatu
malam setelah kejadian itu, Inak Ketujur bermimpi melihat bunga-bunga di
pekarangannya dipenuhi dengan ulat bulu. Ulat-ulat itu menempel di daun-daun,
di ranting dan pohon. Melihat ulat yang begitu banyak, Inak Ketujur hanya bisa
terdiam memandangi daun-daun yang sedikit demi sedikit di makan ulat. Ia sangat sedih. Tanpa terasa
airmatanya jatuh ke tanah. Ulat-ulat yang menempel di daun turun ke tanah
seakan mengerti kesedihan Inak Ketujur. Ulat-ulat itu kemudian meminum air mata
Inak Ketujur. Semakin banyak yang diminum, ulat-ulat itu semakin besar, semakin
besar dan semakin besar. Inak Ketujur terkaget ketika melihat ulat-ulat itu
membesar bagaikan raksasa yang sangat mengerikan. Bulunya yang menjulur ke
tanah menambah seram tubuhnya.
Tiba-tiba
salah satu ulat itu bisa bicara.
“Teruslah
menangis Inak Ketujur, jika engkau terus menangis kami akan bertambah besar.
Kami para ulat datang untuk menghancurkan bunga-bunga yang indah ini”.
“Tolong,
jangan hancurkan bunga-bunga saya”.
“Tidak,
kami akan menghancurkan bunga-bunga ini, bahkan kami akan makan Inak Ketujur
sekalian” ulat yang lain menambahi.
“Tolong
jangan makan saya, saya akan memberikan apa saja yang kalian minta” Inak
Ketujur memohon.
“Berapapun
uang yang kamu punya pasti tidak akan bisa membujuk kami untuk tidak memakanmu
Inak Ketujur !”.
“Saya
mohon ulat... jangan makan saya...”
Mulut
ulat itu menganga... tepat di muka Inak Ketujur. Inak Ketujur menangis
sejadi-jadinya.
“Tolong...!!!”
Inak Ketujur berteriak kencang sambil meronta.
Inak
Ketujur terbangun dari tidurnya. Ia sadar mimpi buruk itu adalah teguran dari
Allah untuknya. Ia terlalu pelit dan kikir. Ia sadar akan kesalahannya. Lalu ia
teringat pada kakek yang tidak diberinya daun jarak merah beberapa hari yang
lalu. Ia kemudian berdo’a
“Ya allah maafkanlah segala kesalahan hambaMu. Hamba tidak akan mengulangi lagi
apa yang pernah hamba lakukan. Hamba senantiasa akan menjadi orang yang baik,
pemurah dan tidak sombong”.
Pesan : Orang baik selalu
ditemani dengan kebaikannya sebaliknya orang yang sombong dan kikir akan selalu
diburui oleh kekikirannya bahkan hartanya bisa membuatnya sengsara.
INAK KETUJUR STORY, AN
INTEREST AND GRANDPA
Mohammad Irham
In
a village under Mount Rinjani there lived a mother who named Inak Ketujur. Inak
Ketujur is painstaking and people who like to work hard. Unlike the other
villagers who likes farming in rice fields, he prefers to work at home by
planting flowers and medicinal plants. In the garden of his home, he planted a
variety of colorful flowers. There are red roses, there is a long trumpet
flowers are white, there are also nine o'clock flowers pink spread under the
fence and many other flowers.
Anyone
who enters the yard Inak Ketujur will surely be pleased with the cool and
fragrant scent of the flowers she planted. Green leaves from the lush
fruit-bearing trees add a beautiful house Inak Ketujur.
But
unfortunately, his coolness and beauty is not in accordance with the nature of
the Ketujur Inak arrogant and stingy. His face was grim and never show
hospitality. He always said rude and loud. Hence no one of the neighbors who
want to visit it. In his home he was only accompanied by flowers.
On
a day when he was busy watering his flowers, suddenly there came a grandfather.
Body frail grandfather who was supported by his cane. Grandpa was approached
Inak Ketujur, he limped, sweat profusely, he looked very tired.
"Is
this the house Inak Ketujur?" Said the old man.
"Yes.
What is it?, I'm the Inak Ketujur "Inak Ketujur regardless grandfather
replied casually mentioned.
"With
great pleasure, after much walking, finally ... I found the house, Inak
Ketujur" the old man smiled with relief.
"Do
not talk much, toothless grandfather. Right away, what your need dating here
"Inak ketujur starting to look annoyed.
"I'm
looking for red distance as the drug leaves my grandchildren who are sick,
people say this is where I can get it. May I ask just two sheets ".
"What
did you say?. Here, no one leaves the grandfather looking "he replied
sarcastically.
"Help
me Inak Ketujur, I've traveled here and there but I have not found it. I'm sure
it's just where the leaves can I get the "grandfather was very hope.
"Nothing.
Grandparents do not force ya. Even if there was I certainly would not give
".
"Please
Inak Ketujur, I only need two sheets".
"One
does not remain. Although only a piece ".
"Then
why do not I just buy a" grandfather's bid.
"How
much is the grandfather of money, do not ostentatious rich grandfather dumb. I
want to sell a piece of leaf was worth a million, how? ".
"Ah
it's far-fetched, do not joke lah", the old man smiled hopefully.
"Well
.. you know .., I'm very serious this "bulging eyes.
"Then
I gave up. I did come out on the wrong person. I'm looking for another place to
be may God help me ".
"Go
ahead. Grandpa certainly will not get that grandfather looking ".
Grandpa
was away with a sense of disappointment.
One
night after the incident, Inak Ketujur dream to see the flowers in her yard
filled with caterpillars. Caterpillars was stuck in the leaves, twigs and trees
in. Seeing so many caterpillars, Inak Ketujur can only be silent staring leaves
little by little in eating caterpillars. He was very sad. Unnoticed tears fell
to the ground. Caterpillars attached leaves fall to the ground as if he
understands the sadness Inak Ketujur. The caterpillars then drink the tears
Inak Ketujur. The more you drink, the caterpillars was getting bigger, getting
bigger and bigger. Inak Ketujur terkaget when the caterpillars that look like a
giant swell that was terrible. Feathers that protrude into the land of her
spooky adds.
Suddenly
one of the caterpillars can talk.
"Keep
crying Inak Ketujur, if you keep crying we will grow. We came to destroy the
caterpillar flowers are beautiful ".
"Please,
do not destroy my flowers."
"No,
we will destroy the flowers, we'll even eat Inak Ketujur all" add to the
other caterpillars.
"Please
do not eat me, I will give you whatever you ask" Inak Ketujur pleaded.
"Any
money that you have definitely not be able to persuade us not to eat you Inak
Ketujur".
"I
beg caterpillar ... do not eat me ... "
Caterpillar
that mouths gaping ... right in front Inak Ketujur. Inak Ketujur crying uncontrollably.
"Please
...!" Inak Ketujur scream loud as he struggled.
Inak
Ketujur awakened from sleep. He realized it was a bad dream from God rebuke
him. He was too stingy and miserly. He was aware of his mistake. Then he
remembered in the grandfather who was not given the distance leaves red a few
days ago. He then prayed "Ya Allah please forgive any errors servant.
Servants will not repeat again what ever I done. Servant will always be a good
person, kind and not arrogant ".
Message:
Good people are always accompanied with kindness instead of the proud and
miserly will always treasure diburui by kekikirannya even can make it
miserable.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar