Jumat, 24 Mei 2013

BANJIR DI KAMPUNG PRIE


BANJIR DI KAMPUNG PRIE
Tersebutlah nama sebuah kampung yang damai dan asri, Kampung Barokah orang-orang mengenalnya walau sebenarnya nama aslinya adalah Kampung Bokah. Bokah merupakan nama sayur yang banyak hidup di kampung ini berbentuk lonjong dan enak dimasak bersama kangkung dan sawi. Kampung Barokah dihuni oleh orang-orang yang sadar akan kebersihan lingkungan, yang saling menghargai dan patuh pada aturan yang disepakati di kampung, atau yang dikenal dengan awik-awik. Salah satu penduduknya adalah Farid. Ia adalah anak yang baik, pintar dan cerdas. Dari kecil ia mendapat didikan yang baik dari orang tua dan lingkungannya. Budi pekertinya baik dan memiliki sifat penuh kasih sayang.
Kampung Barokah bersebelahan dengan Kampung Prie. Prie dalam bahasa Indonesia adalah Pare, sayuran berbentuk panjang dan rasanya pahit. Suasana di Kampung Prie jauh berbeda dengan Kampung Barokah, dihuni oleh penduduk yang hidup semaunya, pengotor dan tidak suka dengan keindahan. Sikap penduduknya keras, kasar dan suka berkelahi. Tersebutlah si Geger, anak yang tidak suka diatur, selalu membantah perintah orang tua dan guru, membuang sampah sembarangan dan tidak suka hidup bersih.
Suatu hari Farid sedang membersihkan selokan depan rumahnya sambil menyanyikan lagu Kadal Nongaq.
Kadal Nongaq lek kesambik
Benang katak setangkilan
Aduh dende
Mun cempake sik kembang sandat
Sak sengake jari sahabat
Tajah onyak ndekne matik
Nani salak kejarian
Mun cempake sik kembang sandat
Sak sengake jari sahabat

Dari jauh Geger berteriak-teriak.
“Hei Farid jangan sok jadi anak pembersih gitu ya, untuk apa membersihkan selokan, biarkan saja, lama-lama sampah-sampah itu pasti akan menjadi tanah”.
Farid menengok ke arah Geger.
Kalau sampah ini menumpuk, selokan akan tersumbat dan air akan naik menggenang” jawab Farid.
Jika hujan datang pasti air akan membawanya ke sungai” Geger menambahi.
Farid menjawab,Saya suka bersih-bersih kok, agar lingkungan kita tetap sehat”.
Mendengar jawaban Farid, Geger membalas “Tak ada gunanya Farid. Hanya kamu saja yang rajin membersihkan sampah, sementara yang lain malas-malasan”.
“Nggak apa-apa, kita harus mulai menjaga lingkungan kita sendiri dulu”.
“Dasar Farid, sok rajin, sok pembersih !. Kalau aku enaknya pergi main saja, dah Farid” Geger pergi meninggalkan Farid, sementara Farid melanjutkan pekerjaannya.
Langit mulai gelap. Tampaknya hujan akan segera turun. Farid dan warga Kampung Barokah tidak khawatir jika hujan turun dengan lebat.
Tidak lama kemudian hujan pun turun. Farid segera bergegas masuk rumah.
Penduduk kampung Barokah sudah mempersiapkan diri menghadapi hujan deras. Sampah yang menghambat di selokan dibersihkan. Kaleng-kaleng bekas ditanam agar tidak ada tempat bagi nyamuk bersarang.
Berbeda dengan penduduk kampung Prie, walaupun hujan turun, mereka hanya sibuk dengan pekerjaannya masing-masing tanpa pernah mempedulikan lingkungan mereka. Sampah sampah plastik dan daun dibiarkan menumpuk dan menutup aliran air di selokan. 
Ketika hujan turun begitu lebatnya, anak-anak kampung Prie bermain di atas aliran air yang kotor. Tanpa disadari air yang menggenangi kampung Prie semakin deras dan besar. Air menggenangi halaman lalu masuk ke dalam rumah-rumah. Barang-barang mengapung, kasur, bantal, sprei, buku-buku... semua terbawa banjir...
Tolong !!!! Tolong !!!! penduduk Kampung Prie berteriak minta tolong.
Dari dalam rumah, Farid melihat Geger membawa barang-barangnya ke tempat pengungsian. Airmata Geger menetes seiring hujan yang semakin deras. Farid bersama penduduk Kampung Barokah keluar rumah membantu penduduk Kampung Prie yang kebanjiran.
“Farid, aku menyesal...” suara Geger hampir tersapu hujan.
Warga Kampung Prie menyadari kesalahan mereka setelah musibah banjir itu datang. Mereka berjanji tidak akan lagi membuang sampah sembarangan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar