BANJIR DI KAMPUNG PRIE
Tersebutlah nama sebuah kampung yang damai dan asri, Kampung
Barokah orang-orang mengenalnya walau sebenarnya nama aslinya adalah Kampung
Bokah. Bokah merupakan nama sayur yang banyak hidup di kampung ini berbentuk
lonjong dan enak dimasak bersama kangkung dan sawi. Kampung Barokah dihuni oleh
orang-orang yang sadar akan kebersihan lingkungan, yang saling menghargai dan
patuh pada aturan yang disepakati di kampung, atau yang dikenal dengan
awik-awik. Salah satu penduduknya adalah Farid. Ia adalah anak yang baik,
pintar dan cerdas. Dari kecil ia mendapat didikan yang baik dari orang tua dan
lingkungannya. Budi pekertinya baik dan memiliki sifat penuh kasih sayang.
Kampung
Barokah bersebelahan dengan Kampung Prie. Prie dalam bahasa Indonesia
adalah Pare, sayuran berbentuk panjang dan rasanya pahit. Suasana di Kampung Prie
jauh berbeda dengan Kampung Barokah, dihuni oleh penduduk yang hidup semaunya, pengotor
dan tidak suka dengan keindahan. Sikap penduduknya keras, kasar dan suka
berkelahi. Tersebutlah si Geger, anak yang tidak suka diatur, selalu membantah
perintah orang tua dan guru, membuang sampah sembarangan dan
tidak suka hidup bersih.
Suatu hari Farid
sedang membersihkan selokan depan rumahnya sambil menyanyikan lagu Kadal
Nongaq.
Kadal
Nongaq lek kesambik
Benang
katak setangkilan
Aduh dende
Mun cempake
sik kembang sandat
Sak sengake
jari sahabat
Tajah onyak
ndekne matik
Nani salak
kejarian
Mun cempake
sik kembang sandat
Sak sengake
jari sahabat
Dari jauh Geger
berteriak-teriak.
“Hei Farid
jangan sok jadi anak pembersih gitu ya, untuk apa membersihkan selokan, biarkan
saja, lama-lama sampah-sampah itu pasti akan menjadi tanah”.
Farid menengok
ke arah Geger.
“Kalau sampah
ini menumpuk, selokan akan tersumbat dan air akan naik menggenang” jawab Farid.
“Jika hujan
datang pasti air akan membawanya ke sungai” Geger menambahi.
Farid menjawab, “Saya suka
bersih-bersih kok, agar lingkungan kita tetap sehat”.
Mendengar jawaban
Farid, Geger membalas “Tak ada gunanya Farid. Hanya kamu
saja yang rajin membersihkan sampah, sementara yang lain malas-malasan”.
“Nggak
apa-apa, kita harus mulai menjaga lingkungan kita sendiri dulu”.
“Dasar Farid,
sok rajin, sok pembersih !. Kalau aku enaknya pergi main saja, dah
Farid” Geger pergi meninggalkan Farid, sementara Farid melanjutkan pekerjaannya.
Langit mulai gelap. Tampaknya hujan akan
segera turun. Farid dan warga Kampung Barokah tidak khawatir jika hujan turun
dengan lebat.
Tidak lama
kemudian hujan pun turun. Farid segera bergegas masuk rumah.
Penduduk
kampung Barokah sudah
mempersiapkan diri menghadapi hujan deras. Sampah yang menghambat di selokan
dibersihkan. Kaleng-kaleng bekas ditanam agar tidak ada tempat bagi nyamuk
bersarang.
Berbeda dengan
penduduk kampung Prie, walaupun hujan turun, mereka hanya sibuk dengan
pekerjaannya masing-masing tanpa pernah mempedulikan lingkungan mereka. Sampah sampah plastik dan daun dibiarkan menumpuk dan menutup aliran air di selokan.
Ketika hujan turun begitu lebatnya, anak-anak kampung Prie bermain di atas
aliran air yang kotor. Tanpa disadari air yang menggenangi kampung Prie semakin deras
dan besar. Air menggenangi halaman lalu masuk ke dalam rumah-rumah.
Barang-barang mengapung, kasur, bantal, sprei, buku-buku... semua terbawa
banjir...
Tolong !!!! Tolong
!!!! penduduk Kampung Prie berteriak minta tolong.
Dari dalam
rumah, Farid melihat
Geger membawa barang-barangnya ke tempat pengungsian. Airmata Geger menetes
seiring hujan yang semakin deras. Farid bersama
penduduk Kampung Barokah keluar rumah membantu penduduk Kampung Prie yang
kebanjiran.
“Farid, aku
menyesal...” suara Geger hampir tersapu hujan.
Warga Kampung Prie menyadari kesalahan
mereka setelah musibah banjir itu datang. Mereka berjanji tidak akan lagi
membuang sampah sembarangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar